Jumat, 23 Januari 2015

Istilah dalam pertambangan batubara

Istilah – istilah yang sering digunakan dan Definisi:

 

1.      OB ( Over burden )

Overburden  adalah lapisan tanah penutup ( lapisan yg menutupi bahan galian ) yang    biasanya terdiri dari :

 

-          Top Soil

-          Sub Soil

-          Lapisan tanah inti ( sand Stone, Clay, dan lain - lain )

 

Top Soil  adalah lapisan tanah paling atas (pucuk atau humus) Adalah bagian atas tanah (humus) dengan ketebalan 1-1.5 m dari permukaan yang mengandung unsur-unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan vegetasi.

 

Sub Soil adalah lapisan tanah antara top soil dan overburden (lapisan tanah inti).

 

Clay adalah tanah lempung.

 

Sand stone adalah batu pasir.

 

Mud adalah Lumpur.

 

IB (Inter burden) adalah lapisan tanah penutup yang terletak diantara dua lapisan batubara/bahan galian.

 

BCM ( Bank Cubic Meter ) adalah meter kubik tanah insitu/asli.

 

LCM ( Loose Cubic Meter ) adalah meter kubik tanah gembur.

 

PIT adalah lokasi penambangan.

 

Ripping adalah penggaruan/Pemberian/Loosening material dengan mengunakan Alat Berat, biasanya yang digaru OB.

 

Loading adalah pemuatan, biasanya yang di muat OB atau Coal.

 

Hauling adalah pengangkutan, biasanya  ang diangkut OB atau Coal.

 

Digging adalah pengalian.

 

Direct Digging adalah penggalian secara langsung tanpa di ripping.

 

Front Loading Adalah titik lokasi pengambilan OB/batubara yang sudah siap dimuat ke Dump Truck/alat haluing.

 

Disposal Adalah tempat/lokasi yang dirancang/direncanakan untuk menampung material buangan overburden dari tambang.

 

Frame Disposal Adalah bagian luar dari tiap level disposal yang berfungsi sebagai counter bagian tengah disposal.

 

Seleksi Material Adalah proses memilah material yang akan di buang di disposal.

 

Land Clearing adalah pembersihan areal menggunakan A2B dari semak belukar atau pohon – pohon yang berdiameter kecil sampai besar untuk persiapan penambangan.

 

Produksi adalah jumlah produksi atau hasil kerja unit persatuan waktu ( per shift/perhari/perbulan ).

 

Productivity  adalah kapasitas produksi unit per jam.

 

Hauling Road  adalah jalan angkut OB dan Batubara, OB ke disposal dan batubara ke port site.

 

Cycle Time adalah waktu edar yang diperlukan oleh unit untuk melakukan satu siklus/perputaran kerja.

 

SR (Strpping Ratio ) adalah ratio atau perbandingan antara overburden yang dikupas dengan bahan galian (coal, dll ) yang didapat.

 

Daily Production Report Adalah laporan harian yang dikerjakan secara manual, berisi pencapaian hasil kerja harian (weather condition, production, equipment performance, dan problem- problem).

 

2.   COAL ( Batubara )

 

Expose Adalah lapisan batubara fresh (segar/baru) yang terbuka oleh karena adanya pengupasan overburden di atas atau di samping lapisan batubara tersebut.

 

Fines Coal Adalah batubara berukuran sangat kecil (halus), terjadi akibat adanya penghancuran oleh unit yang bekerja di atas lapisan batubara.

 

Dirty Coal Adalah batubara yang telah tercampur dengan material overburden atau sisipan.

 

Cleaning Coal Adalah kegiatan untuk membersihkan permukaan lapisan batubara dari material  overburden, sisipan, dirty coal, fines coal dan material lain non batubara.

 

Coal Getting adalah pengambilan batubara yang siap untuk di loading.

 

Crusher adalah mesin penghancur batubara sehingga menjadi butir – butiran kecil sesuai dengan permintaan pasar.

 

ROM (Run of Mine ) adalah tempat penyetokan batubara yang belum dimasukkan ke tempat crusher /mesin penghancur batubara

 

Spontaneous Combustion adalah terbakarnya batubara baik dalam kondisi insitu maupun dalam stock ROM dikarenakan karena kondisi yang lembab atau panas.

 

Fine Coal Trap adalah tempat untuk menampung dan memisahkan antara batubara yang halus dengan air.

 

ROM Stockpiling Adalah proses penumpukan batubara yang diatur menurut aturan tertentu dan dilakukan di tempat tertentu.

 

Dilusi batubara adalah batubara yang tercampur overburden atau kotoran benda asing.

 

Inspeksi Kontaminasi Adalah proses terencana untuk memeriksa alat produksi yang beraktivitas di batubara untuk memastikan bahwa unit tersebut bebas dari kontaminan (material non batubara yang terangkut bersama batubara).

 

Kontaminasi Adalah terbawanya material-material non batubara ke Crushing Plant

 

Inspeksi Awal Adalah inspeksi kontaminasi sebelum melakukan aktivitas yaitu pada awal shift atau unit yang  selesai perbaikan.

3.   SURVEY/PLANNING

 

Survey Adalah bagian dari Engineering Department yang aktivitasnya berfungsi dan bertanggungjawab atas pelaksanaan pengukuran dan pemetaan di lapangan/tambang.

 

Joint Survey Adalah kegiatan pengukuran dan pengambilan data bersama antar Contractor(RPP) dengan customer (BMSA).

 

Customer Adalah perusahaan yang didalam aktivitasnya memerlukan jasa contractor perusahaan lain  terutama dalam aktivitas penambangan.

 

Contractor adalah perusahaan yang didalam aktivitasnya menjual jasa atau mengerjakan aktivitas untuk perusahaan lain dalam hal ini terutama aktivitas penambangan.

 

Stake Out Adalah proses menentukan titik lokasi di lapangan dengan memberi tanda tertentu (biasanya patok) sesuai dengan titik rencana dalam peta.

 

Peta Monthly Progress Adalah Peta yang menggambarkan hasil pekerjaaan produksi pada akhir periode bulanan yang dibuat berdasarkan data-data hasil Survey Monthly Progress.

 

 Survey Monthly Progress Adalah pengukuran hasil pelaksanaan pekerjaan produksi di lapangan/tambang yang dilakukan pada setiap akhir periode bulanan.

 

Survey Orginal adalah Survey yang diilakukn untuk memetakkan Topografi lokasi awal sebelum diilakukan penambangan.

 

Survey Progress adalah survey yang dilakukan untuk mengetahui kemajuan penambangan yang telah dilakukan.

 

Survey Final adalah survey yang dilakukan untuk mengetahui volume akhir (Coal dan Overburden) yang telah ditambang.

 

Over Cut adalah proses terjadi kelebihan menggali dari elevasi yang ditentukan

 

Bowplang adalah patok acuan untuk pembentukan slope.

 

Clinometer adalah alat untuk mengukur sudut dari patok atau hasil pemebentukan slope.

 

Slope adalah kemiringan dari suatu lereng yang telah di buat.

 

Slope Stability adalah tingkat menantapan/ kestabilan lereng.

 

Dip adalah kemiringan dari pada perlapisan batuan (pasir, clay maupun batubara).

 

Crest adalah kepala slope.

 

Toe adalah kaki slope.

 

Crest Toe adalah pertemuan antara kepala dan kaki slope.

 

Boundary/Stripping limit adalah batas terluar dari desiain tambang atau batas penambangan.

 

Strike adalah arah penyebaran lapisan batubara.

 

Mine Plan Adalah bagian atau section dari Engineering Department yang aktivitasnya berfungsi dan bertanggung- jawab terhadap pembuatan dan pengendalian dokumen perencanaan tambang baik setting target produksi maupun desain penambangan.

 

Dokumen Revisi Adalah dokumen target produksi dan/atau peta desain yang telah diperbaharui.

 

Design Map Adalah peta rencana (desain) penambangan yang menjelaskan daerah atau area yang akan ditambang sesuai periode (tahunan, tiga bulanan, atau bulanan).

 

Yearly Target Adalah target produksi yang diminta atau direncanakan Customer, yaitu berupa tabel jumlah/ besarnya produksi dalam satu tahun, keterangan lokasi pengambilan dan catatan lain yang diperlukan.

 

Quarterly Plan Adalah penjabaran/pembagian dari target tahunan (Yearly Target) menjadi  target tiga bulanan.

 

Mine Design Adalah peta/desain tambang yang menjelaskan lokasi pekerjaan tambang dalam periode tertentu.

 

Budget adalah rencana anggaran.

 

Unit rental adalah unit yang dipinjam/disewa dengan membayar biaya yang telah ditetapkan perjamnya.

 

Complaint Adalah semua keluhan customer baik secara lisan maupun tertulis atas jasa yang sudah diberikan oleh Buma Group kepada customer.

 

Posting cost adalah pembebanan biaya kepada pemakai.

4.   SAFETY ( keselamatan )

 

Accident ( kecelakaan) adalah kejadian yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan kerugian baik manusia, peralatan maupun lingkungan.

 

Investigasi adalah penyelidikan factor dasar yang menyebabkan  kecelakaan dan melakukan tindakan perbaikan.

 

Fatal Accident adalah  kecelakaan yang mengakibatkan kematian dalam kurun waktu 1 x 24 Jam setelah kecelakaan terjadi.

 

Lost Time Injury ( LTI) Minor adalah  kecelakaan yang mengakibatkan kehilangan jam kerja  lebih dari 1 x 24 Jam dan tidak lebih dari 36 Jam.

 

Lost Time Injury ( LTI) Mayor adalah  kecelakaan yang mengakibatkan kehilangan jam kerja  lebih dari 36 Jam dan tidak lebih dari 21 (dua puluh satu) hari.

Property Damange adalah  kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan pada peralatan dengan tingkatan :

a.   Ringan ( kerugian harta benda) dari $ 0 sampai $ 100

b.   Sedang ( kerugian harta benda) dari $ 100 sampai $ 1.000

c.   Berat ( kerugian harta benda) dari $ 1000 - keatas

 

Near Miss adalah suatu kejadian yang hamper menyebabkan terjadinya kecelakaan yang tidak menimbulkan LTI dan Property Damage, tetapi perlu diadakan tindakan perbaikan.

 

Induksi K3LH adalah Suatu metode atau sistem untuk menyampaikan atau menjelaskan tentang Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan Hidup (K3&LH) dan aturannya.

 

Re-Induksi adalah Suatu sistem untuk mereview informasi Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan Hidup (K3&LH) baru maupun revisi

 

Safety Officer adalah Orang yang mempunyai keahlian dan pengetahuan dalam bidang Keselamatan, Kesehatan Kerja dan lingkungan Hidup

 

Tamu (visitor) adalah Orang yang berkunjung ke site yang kurang dari sebulan, baik karyawan sendiri maupun mitra kerja site.

 

Berita Acara Adalah   dokumen  yang  disepakati  dan   disetujui  bersama  oleh  PIC  atau  bagian  yang   berkepentingan  dengan pihak-pihak yang terkait.

5.   PLANT ( Peralatan )

 

Mechanical Availability ( MA )adalah kesiapan unit secara mekanik (mesin)

 

Utilisasi adalah jam yang digunakan pada keadaan alat yang siap operasi

 

Availability adalah kesiapan unit untuk dapat beroperasi

 

Backlog adalah pemeriksaan suatu unit yang apabila ditemukan adanya indikasi kerusakan akan dibuatkan permintaan Recommended part dan unit masih dapat dioperasikan dimana waktu pengerjaan untuk kerusakan yang terindikasakan dilaksanakan pada saat program service oleh PIC.

 

Unit Prioritas Adalah unit (equipment) yang sangat dibutuhkan dalam kegiatan operasi dan juga unit yang break down dengan posisi mengganggu kegiatan operasi.

 

Canibal Component. Adalah proses peminjaman component dari satu equipment ke equipmet lain dengan tujuan untuk menekan angka break down pada satu equipment.

 

Unschedule Service adalah service yang dilakukan diluar rencana service yang tidak dijadwalkan karena adanya kerusakan unit dilapangan.

 

P2H ( pemeliharaan dan pemeriksaan Harian ) adalah program pemeriksaan alat harian yang dilakukan oleh operator.

 

Check Sheet adalah lembaran Form yang berisi daftar komponent yang harus di cek.

 

Periodik Service (PS) adalah service yang telah dijadwalkan untuk masing-masing unit.

PS I , 250/2500 HM

PS II, 500/5000 HM

PS II, 500/5000 HM

PS IV, 1000/10000 HM

General, 2000/20000 HM

 

User Adalah pemakai alat.

 

Break down adalah istilah pada alat atau unit yang tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya akibat kerusakan dari system unit tersebut atau sedang dilakukan proses perawatan.

 

Limbah Repair Adalah material-material yang tidak digunakan lagi akibat proses servicedan repair.

 

Follow up P2H Adalah kegiatan untuk menindaklanjuti problem yang tertulis dalam laporan P2H.

6.   DRILLING DAN BLASTING ( Pemboran dan Peledakan )

 

Misfire adalah peledakan yang mangkir ( tidak meledak sebagian atau seluruhnya ) dan harus diledakkan kembali. 

 

Drill Design Adalah dokumen yang menjelaskan mengenai pola pemboran, jumlah lubang bor, dimensi pemboran.

 

Spacing Adalah jarak antar lubang tembak dalam baris yang sama.

 

Clean Up Lokasi Drilling Adalah kegiatan untuk meratakan dan membersihkan (biasanya oleh light dozer) lokasi drilling sehingga alat bor dapat melakukan aktivitas pemboran.

 

Burden Adalah jarak antar baris lubang tembak pertama dengan bidang bebas atau jarak antar baris lubang tembak.

 

Bahan Peledak adalah Campuran dari unsur-unsur atau senyawa-senyawa kimia yang apabila bereaksi satu sama lainnya akan berubah seluruhnya atau sebagian menjadi gas dalam waktu yang sangat cepat disertai dengan temperatur dan tekanan yang sangat tinggi. Termasuk dalam definisi ini adalah blasting agent yaitu bahan peledak yang unsur-unsur pembentuknya bukan merupakan bahan peledak.

 

Blasting (Peledakan) adalah Proses pemberaian material (rock loosening) yang memanfaatkan energi ledak dari hasil reaksi bahan-bahan peledak yang telah dipasang dan dirangkai berdasarkan aturan tertentu.

7.   PERSONALIA

 

Cuti Lapangan/Cuti Periodik adalah hak istirahat bagi karyawan setelah bekerja terus menerus waktu tertentu yang ditentukan perusahaan

 

Cuti Tahunan kerja adalah  hak istirahat bagi karyawan  setelah karyawan bekerja secara terus menerus selama 12 bulan.

 

Cuti Besar adalah hak istirahat bagi karyawan setelah karyawan bekerja secara terus menerus selama 6 tahun.

 

Karyawan/i adalah setiap orang yang terikat secara formal dalam suatu hubungan kerja dengan Perusahaan dan oleh karenanya menerima upah atau imbalan lain berdasarkan hubungan kerja tersebut.

 

Upah Adalah imbalan berupa gaji pokok dan lain-lain yang dibayarkan oleh perusahaan kepada karyawan/ti berdasarkan hubungan kerja.

 

Kerja Lembur Adalah pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan/ti yang berhak atas lembur ( berdasarkan aturan site ) lebih dari 7 (tujuh) jam sehari pada hari Senin s/d Jum'at dan atau 5 (Lima) jam sehari pada hari Sabtu dan 40 jam seminggu untuk 6 (Enam ) hari kerja.

 

Kecelakaan Kerja Adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui

 

Kecelakaan adalah suatu kejadian/peristiwa yang tidak diinginkan dan tidak direncanakan sebelumnya yang mengakibatkan berbagai kerugian. Kecelakaan dapat digolongkan berdasarkan waktu terjadinya menjadi 2 bagian, yaitu

- Kecelakaan di dalam jam kerja dan sedang melaksanakan tugas kantor.

- Kecelakaan di luar jam kerja.

 

Klaim kecelakaan diri adalah suatu proses klaim yang diajukan oleh perusahaan kepada pihak PT. JAMSOSTEK dan akibat terjadinya kecelakaan diri/kerja terhadap pekerja untuk mendapatkan penggantian perawatan rumah sakit dan santunan cacat tubuh atau meninggal dunia.

 

Meninggal dunia adalah kematian seseorang yang sebab kematian dinyatakan oleh dokter dan belum pernah dinyatakan sembuh sebelumnya.

 

Cacat adalah kerusakan pada organ tubuh seseorangsebagian/seluruhnya yang menyebabkan berkurangnya/hilangnya fungsi organ tersebut yang dinyatakan oleh dokter dan belum pernah dinyatakan sembuh sebelumnya.

 

Departemen Tenaga Kerja & Tranmigrasi (DEPNAKERTRAN) adalah suatu lembaga pemerintah yang bergerak di bidang ketenagakerjaan, di mana salah satu tugasnya adalah menangani masalah kecelakaan yang terjadi pada tenaga kerja.

 

PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PT JAMSOSTEK) adalah suatu perusahaan yang ditunjuk oleh pemerintah untuk menyelenggarakan program JAMSOSTEK.

 

Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja yang mengakibatkan meninggal dunia atau cacat tetap dan tabungan hari tua.

 

DO (Delivery Order) Adalah adalah tanda bukti pengeluaran solar dari PT.Pertamina yang didalamnya tertera, kuantiti liter jumlah harga, DO ini merupakan PPN (Pajak Pertambahan Nilai).

 

Ponton Adalah saran pengakutan lewat sungai atau laut.

 

Tangki Stock Adalah tempat penampungan solar.

Kamis, 22 Januari 2015

Evaluasi dan Optimasi Cadangan Batubara

Evaluasi dan Optimasi Cadangan Batubara ini merupakan pekerjaan (tahap) lanjutan dari hasil Pemodelan Sumberdaya Batubara. Pada tahapan ini mulai diterapkan (diidentifikasikan) batasan-batasan teknis maupun ekonomis yang dapat menjadi pembatas dari model sumberdaya batubara yang telah diterapkan (dimodelkan) sebelumnya.

Selain itu, pada tahapan Evaluasi dan Optimasi Cadangan Batubara ini diharapkan telah dapat dikuantifikasi jumlah batubara yang realistis dan layak yang dapat diperoleh melalui penambangan dengan metoda & sistem penambangan yang dipilih sesuai dengan model sumberdaya yang telah diketahui.

Secara umum, aspek-aspek penting yang akan diuraikan & dipelajari dalam sesi (modul) ini adalah sebagai berikut :

§ Penentuan & pemilihan pit potensial

§ Konsep nisbah kupas (stripping ratio)

§ Faktor-faktor pembatas dan losses

§ Metoda-metoda perhitungan cadangan batubara

§ Konsep optimasi jumlah cadangan tertambang.

Beberapa pengertian/definisi dasar yang berhubungan dengan evaluasi cadangan batubara (diadopsi dari :geological survey circular 891, 1983) adalah :

§ Coal (batubara) : suatu batuan yang dapat terbakar yang tersusun lebih dari 50% berat (lebih dari 70% volume) material karbonan (carbonaceous), termasukinherent moisture yang terbentuk material (bagian) tumbuhan yang telah mengalami kompaksi, perubahan fisik-kimia oleh panas & tekanan dalam skala waktu geologi.

§ Coal bed (seam) : seluruh lapisan (batubara dan parting) yang terdapat diantara batas roof (atap) dan floor(lantai).

§ Bone coal (bone) : impure coal yang mengandung banyak lempung atau material-material detrital berukuran halus dan kadang-kadang dikonotasikan dengan istilah silty coal atau shally coal atau sandy coal.

§ Impure coal (coaly) : suatu batubara (coal) yang mengandung lebih dari 33% berat abu dan dapat diasosiasikan sebagai parting dalam suatu lapisan (seam) batubara.

§ High ash coal : batubara yang mengandung lebih dari 15% abu dalam basis as-received.

§ High sulfur coal : batubara yang mengandung lebih dari 3% sulfur dalam basis as-received.

§ Recoverable coal : batubara yang dapat/bisa diekstrak dari suatu lapisan batubara pada saat penambangan. Term “Recoverable” ini biasanya dikombinasikan dengan sumberdaya (resources) bukan dengan cadangan (reserve).

§ Mineable coal : kapasitas (jumlah) cadangan batubara yang dapat ditambang (tertambang) pada kondisi teknologi penambangan sekarang, dengan telah mempertimbangkan faktor lingkungan, hukum & perundang-undangan serta peraturan yang berlaku (legalitas), serta kebijakan pemerintah yang diterapkan.

Untuk ketebalan, penyebaran lapisan batubara, serta evaluasi cadangan, beberapa catatan khusus yang perlu diperhatikan adalah :

a. Suatu penentuan ketebalan batubara belum dapat dikatakan komplit (valid) jika :

§ Pengukuran tebal dilakukan pada singkapan dimana batuan disekitarnya memperlihatkan gejala slumping,

§ Pengukuran tebal dilakukan pada suatu singkapan batubara yang lapuk (tidak segar),

§ Pengukuran tebal dilakukan pada titik bor yang tidak menembus dengan baik roof & floor lapisan batubara,

§ Pengukuran tebal dilakukan pada daerah yang diketahui mengalami erosi bidang pada roof/floor lapisan batubara,

§ Pengukuran tebal dilakukan dengan cara membuat channel pada suatu lapisan batubara, namun diketahui lapisan tersebut telah mengalami perubahan letak (perpindahan) atau pada bongkah.

b. Tingkat keyakinan geologi terhadap model sumberdaya yang dikonstruksi :

§ Jarak antar titik informasi,

§ Konsep dalam pengkorelasian batubara,

§ Tingkat ketelitian (detil) dalam mengidentifikasikan struktur geologi.

c. Derajad kelayakan ekonomis suatu pembukaan tambang batubara dipengaruhi oleh :

§ ketebalan lapisan batubara & overburden,

§ rank dan kualitas batubara,

§ biaya (cost) penambangan,

§ perkiraan harga jual batubara,

§ serta perkiraan (target) keuntungan.

2. PENENTUAN & PEMILIHAN PIT POTENSIAL

Penentuan & pemilihan pit potensial merupakan sebagai langkah awal dalam melakukan evaluasi cadangan batubara. Penentuan pit potensial ini diperlukan untuk dapat memperkirakan/memprediksi suatu areal sumberdaya batubara yang potensial untuk nantinya akan dikembangkan menjadi suatu lokasi pit penambangan.

Data-data awal yang diperlukan merupakan data-data yang diperoleh/dihasilkan pada saat melakukan model sumberdaya, yaitu :

§ Peta topografi : untuk mengetahui (melihat) variasi topografi (terutama daerah tinggian – lembah).

§ Peta geologi lokal : untuk mengetahui variasi litologi, pola sebaran & kemenerusan lapisan batubara, serta pola struktur geologi.

§ Peta iso-ketebalan : untuk mengetahui variasi ketebalan dari batubara, sehingga jika disyaratkan ketebalan minimum yang akan dihitung, maka peta ini dapat digunakan sebagai faktor pembatas.

§ Peta elevasi top (atap » roof) batubara ; untuk mengetahui pola kemenerusan lapisan batubara.

Langkah awal yang dilakukan untuk penentuan pit potensial ini adalah membuat (mengkonstruksi) peta iso-overburden, yaitu dengan cara melakukan overlay antara peta struktur roof (elevasi top) batubara dengan peta topografi (Gambar 1). Nilai kontur pada peta iso-overburden merupakan refleksi dari ketebalan overburden. Peta iso-overburden secara umum (gamblang) dapat menggambarkan (merefleksikan) kondisi sebaran batubara terhadap variasi topografi pada areal tertentu.

Gambar 1. Sketsa konstruksi peta iso-overburden.

Pada beberapa kondisi khusus seperti terbatasnya tinggi (tebal) overburden yang disyaratkan, maka Peta Iso-overburden ini dapat dengan cepat digunakan sebagai faktor pembatas dalam penentuan pit limit.

Adapun pola umum yang dapat diterapkan untuk penentuan pit potensial adalah sebagai berikut :

a. Identifikasikan faktor-faktor pembatas, seperti :

§ Struktur geologi : jika pada model sumberdaya batubara diidentifikasikan terdapat beberapa struktur geologi (seperti patahan), maka dapat dipisahkan menjadi beberapa pit potensial.

§ Kondisi litologi : jika pada model sumberdaya batubara diidentifikasikan adanya blok intrusi, maka blok intrusi tersebut harus ditentukan batasnya untuk pembatas pit potensial.

§ Kondisi geografis : jika. pada peta topografi diketahui mengalir suatu sungai yang besar dan secara teknis sungai tersebut tidak dapat dipindahkan, maka dapat dipisahkan menjadi beberapa pit potensial.

§ Kondisi geologi batubara : jika diidentifikasikan adanya ketebalan batubara yang tidak memenuhi syarat seperti t <>

§ Kondisi geoteknik : jika diketahui limit (batas) ketinggian lereng maksimum, maka ini juga dapat merefleksikan batasan ketebalan overburden maksimum.

§ Kondisi pembatas lain : misalnya adanya jalan, perkampungan, atau areal lindung, maka dengan memplotkan lokasinya dapat digunakan sebagai batas pit potensial.

b. Analisis peta iso-overburden :

Dengan memperhatikan pola kontur peta iso-overburden, seperti :

§ Kontur rapat dan berada di dekat cropline batubara, menunjukkan ketebalan overburden relatif mempunyai variasi yang besar & intensif. Kondisi ini dapat disebabkan oleh adanya tinggian/punggungan (bukit) di atas lapisan batubara,

§ Kontur relatif renggang dan mempunyai pola menjauhi cropline batubara. Kondisi ini menguntungkan, karena variasi ketebalan overburden relatif mempunyai interval yang lebar.

Dengan mengkombinasikan kedua faktor di atas (faktor pembatas & faktor ketebalan overburden), maka dengan cepat lokasi pit potensial dapat dilokalisir (ditentukan). Dengan mengetahui lokasi pit potensial ini, maka optimasi cadangan batubara dapat dilakukan pada areal yang terbatas, yaitu areal yang telah dapat diprioritaskan. Pada Gambar 2a dan 2b dapat dilihat contoh penentuan lokasi pit potensial dengan pendekatan faktor pembatas yang berbeda.




3. KONSEP NISBAH KUPAS (STRIPPING RATIO)

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa ketebalan lapisan batubara dan ketebalan tanah penutup (overburden) merupakan faktor utama yang mengontrol kelayakan suatu pembukaan tambang batubara.

Pengetahuan jumlah (kuantitas) batubara dan jumlah batuan penutup yang harus dipindahkan untuk mendapatkan perunit batubara sesuai dengan metoda penambangan merupakan konsep dasar dari Nisbah Kupas (Stripping Ratio). Secara umum, Stripping Ratio (SR) didefinisikan sebagai “Perbandingan jumlah volume tanah penutup yang harus dipindahkan untuk mendapatkan satu ton batubara”.

Faktor rank, kualitas, nilai kalori, dan harga jual menjadi sangat penting dalam perumusan nilai Stripping Ratio. Batubara dengan harga jual yang tinggi akan memberikan Nisbah Kupas yang lebih baik daripada batubara dengan harga jual yang rendah.

Dalam pemodelan sumberdaya, faktor ini dapat direfleksikan sebagai dasar untuk perhitungan (penaksiran) jumlah cadangan batubara. Dalam Geological Survei Circular 891, 1983., ada beberapa konsep mendasar yang dapat dipahami, antara lain :

a. Ketebalan batubara minimum yang dapat diperhitungkan sebagai cadangan :

§ Untuk batubara antrasit & bituminous : ketebalan minimum adalah 70 cm dengan kedalaman maksimum 300 m.

§ Untuk batubara sub-bituminous : ketebalan minimum adalah 1,5 m dengan kedalaman maksimum 300 m.

§ Untuk lignit : ketebalan minimum adalah 1,5 m dengan kedalaman maksimum 150 m.

Kedalaman maksimum ini telah memasukkan pertimbangan jika penambangan diteruskan dengan metoda penambangan bawah tanah.

b. Interval ketebalan overburden yang disarankan untuk pelaporan perhitungan cadangan, adalah :

§ Tonase batubara dengan ketebalan overburden 0 – 30 m,

§ Tonase batubara dengan ketebalan overburden 30 – 60 m,

§ Tonase batubara dengan ketebalan overburden 60 – 150 m,

c. Recovery factor : suatu angka yang menyatakan perolehan batubara yang dapat ditambang (dengan metoda stip mining, auger mining, atau underground mining) terhadap jumlah cadangan yang telah diperhitungkan sebelumnya.

Konsep-konsep di atas perlu dipahami dengan tujuan konservasi sumberdaya batubara (alam), karena kalau dalam pertimbangan ekonomis hanya dengan memperhatikan stripping ratio saja, maka jumlah cadangan yang dapat diekstrak hanya terbatas, sedangkan sebagai follow-up perlu dipertimbangkan juga penggunaan metoda auger-mining.

Beberapa parameter ekonomi yang diperlukan untuk penentuan stripping ratio yang masih ekonomis (Break Even Stripping Ratio), adalah :

Investasi

Biaya eksplorasi, bangunan, pembuatan jalan, peralatan tambang utama, peralatan penunjang, peralatan stockpile, kendaraan.

Upah tenaga kerja

Biaya produksi batubara

Penambangan batubara, pengupasan tanah penutup, pengangkutan batubara, pengolahan, lingkungan, gantirugi lahan, royalti.

Harga jual batubara

Analisis aliran kas : IRR, NPV, dan PBP

Namun secara umum, faktor utama untuk penentuan nilai ekonomis stripping ratio ini adalah : jumlah cadangan batubara (marketable), volume tanah penutup (BCM), serta umur tambang.

Secara sederhana (Rule of thumb) penentuan harga Stripping Ratio yang masih ekonomis adalah sebagai berikut :

§ Perkirakan unit cost penambangan untuk penggalian & pengangkutan batubara ke stockpile.

§ Perkirakan unit cost transportasi batubara dari stock pile sampai ke pelabuhan.

§ Perkirakan unit cost penambangan untuk penggalian & pengangkutan overburden ke waste dump.

§ Perkirakan volume tanah penutup, untuk total cost.

§ Perkirakan recoverable reserve, untuk total revenue.

§ Perkirakan harga jual batubara per ton, untuk total revenue.

§ Perkirakan biaya investasi & eksplorasi.

§ Perkirakan biaya lain-lain.

§ Perkirakan umur tambang.

Maka perbandingan nilai jual batubara terhadap total cost harus lebih besar daripada 1 (revenue > total cost).

4. FAKTOR-FAKTOR PEMBATAS DALAM PENENTUAN CADANGAN TERTAMBANG

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa tidak mungkin akan diperoleh cadangan tertambang 100% dari cadangan insitu, dimana akan terjadi dilution sepanjang tahap penambangan. Sebelum mulai menghitung suatu nilai cadangan tertambang, maka ada 2 (dua) faktor utama yang harus dikuantifikasi, yaitu Faktor Pembatas Cadangan dan Faktor Losses.

a. Faktor-faktor pembatas suatu cadangan :

§ Minimum ketebalan lapisan batubara, hal ini berhubungan dengan teknik penambangan & stripping ratio.

§ Maksimum ketebalan tanah penutup, hal ini berhubungan dengan nilai stripping ratio.

§ Maksimum stripping ratio, hal ini berhubungan dengan nilai atau tingkat kelayakan penambangan.

§ Maksimum kemiringan lapisan batubara, hal ini akan berhubungan dengan teknologi penambangan dan nilai stripping ratio.

§ Minimum (%) yield proses untuk mendapatkan batubara bersih, yaitu kalau diperkirakan akan dilakukan proses pencucian.

§ Maksimum kandungan abu, yaitu sesuai dengan standar pasar yang akan dimasuki.

§ Maksimum kandungan sulfur, yaitu sesuai dengan standar pasar yang akan dimasuki.

§ Batasan alamiah – geografis, yaitu berhubungan dengan batasan-batasan alam yang harus diperhatikan, seperti adanya sungai besar, daerah konservasi alam, atau adanya jalan negara, atau adanya suatu areal tertentu yang tidak mungkin dipindahkan.

§ Batasan alamiah – geologi, yaitu berhubungan dengan batasan-batasan geologi, seperti adanya sesar, intrusi, dll.

b. Faktor Losses

Yaitu faktor-faktor kehilangan cadangan akibat tingkat keyakinan geologi maupun akibat teknis penambangan. Beberapa faktor losses adalah :

§ Geological Losses, yaitu faktor kehilangan akibat adanya variasi ketebalan, parting, maupun pada saat pengkorelasian lapisan batubara.

§ Mining Losses, yaitu faktor kehilangan akibat teknis penambangan, seperti faktor alat, faktor safety, dll.

§ Processing Losses, yaitu faktor kehilangan (recovey »yield) akibat diterapkannya metoda pencucian batubara atau kehilangan pada proses lanjut di Stockpile.

Faktor-faktor pembatas pada umumnya sudah cukup jelas. Dalam penerapannya, faktor-faktor pembatas tersebut akan menjadi Pit Limit dalam panambangan.

Sedangkan faktor-faktor losses diterapkan pada saat proses perhitungan cadangan, dan dapat dikuantifikasi besar nilai losses tersebut. Berikut akan diuraikan contoh cara pengkuantifikasian faktor losses tersebut.

Geological Losses

§ Biasanya untuk kemudahan, langsung diambil nilai umum yaitu 5 – 10%.

§ Namun dapat juga dengan memperhatikan pola variasi ketebalan batubara, yaitu dengan bantuan analisis statistik. Parameter statistik yang dapat digunakan adalah : standard deviasi, koefisien variasi, atau standard error.

Rata-rata =  » m ; Standard Deviasi = 

Koef. variasi = 

Mining Losses

§ Secara umum, untuk metoda Strip Mining digunakan mining losses sebesar 10%, sedangkan untuk tambang bawah tanah digunakan mining losses sebesar 40-50% yaitu (metoda Long Wall mempunyai Recovery 60-70%, metoda Room & Pillar mempunyai Recovery 50-60%), untuk auger mining digunakan mining losses sebesar 60-70% (atau Recovery 30-40% sesuai dengan spesifikasi perlatannya).

§ Untuk metoda Strip Mining (open pit), kadang-kadang juga digunakan pendekatan ketebalan lapisan yang akan ditinggalkan, yaitu 10 cm pada roof & 10 cm pada floor. Jika ketebalan lapisan hanya 1 m, maka Mining Losses = 20%., sedangkan jika ketebalan lapisan adalah 2 m maka Mining Losses = 10%., dan jika ketebalan lapisan adalah 5 m maka Mining Losses = 4%.

Processing Losses (yield), sangat tergantung pada hasil uji ketercucian (washability test), dimana harga perolehan (yield) ditentukan dari hasil uji tersebut.

5. PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA DENGAN METODA PENAMPANG

Karena batubara merupakan endapan dengan tingkat homogenitas yang tinggi, maka untuk perhitungan cadangan dapat diterapkan metoda konvensional (klasik) dengan tingkat ketelitian yang cukup baik. Untuk tujuan praktis, metoda penampang dapat diterapkan untuk perhitungan jumlah cadangan tertambang.

5.1 Metoda Penampang

Pada prinsipnya, perhitungan cadangan dengan menggunakan metoda penampang ini adalah mengkuantifikasikan cadangan pada suatu areal dengan membuat penampang-penampang yang representatif dan dapat mewakili model endapan pada daerah tersebut.

Pada masing-masing penampang akan diperoleh (diketahui) luas batubara dan luas overburden. Volume batubara & overburden dapat diketahui dengan mengalikan luas terhadap jarak pengaruh penampang tersebut. Perhitungan volume tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan 1 (satu) penampang, atau 2 (dua) penampang, atau 3 (tiga) penampang, atau juga dengan rangkaian banyak penampang.

a. Dengan menggunakan 1 (satu) penampang

Cara ini digunakan jika diasumsikan bahwa 1 penampang mempunyai daerah pengaruh hanya terhadap penampang yang dihitung saja (lihat Gambar 3).

Gambar 3. Jarak pengaruh sebuah penampang.

Volume = (A x d1) + (A x d2)

dimana : A = luas overburden

d1 = jarak pengaruh penampang ke arah 1

d2 = jarak pengaruh penampang ke arah 2

Volume yang dihitung merupakan volume pada areal pengaruh penampang tersebut. Jika penampang tunggal tersebut merupakan penampang korelasi lubang bor, maka akan merefleksikan suatu bentuk poligon dengan jarak pengaruh penampang sesuai dengan daerah pengaruh titik bor (poligon) tersebut.

b. Dengan menggunakan 2 (dua) penampang

Cara ini digunakan jika diasumsikan bahwa volume dihitung pada areal di antara 2 penampang tersebut. Yang perlu diperhatikan adalah variasi (perbedaan) dimensi antara kedua penampang tersebut. Jika tidak terlalu berbeda (Gambar 4a), maka dapat digunakan rumus mean area & rumus kerucut terpancung, tetapi jika perbedaannya terlalu besar (Gambar 4b) maka digunakan rumus obelisk.

Gambar 4a. Penampang untuk rumus mean area & kerucut terpancung.

Rumus mean area : 

Rumus kerucut terpancung :

dimana A1 dan A2 adalah luasan penampang 1 & 2, dan d adalah jarak antar penampang.

Gambar 4b. Penampang untuk rumus obelisk

Rumus obelisk : , 

dimana 

c. Dengan menggunakan 3 (tiga) penampang

Metoda 3 (tiga) penampang ini digunakan jika diketahui adanya variasi (kontras) pada areal di antara 2 (dua) penampang, maka perlu ditambahkan penampang antara untuk mereduksi kesalahan (Gambar 5). Untuk menghitungnya digunakan rumus prismoida.


Gambar 5. Kondisi penggunaan metoda 3 penampang

Rumus prismoida : 

dimana A1 & A3 adalah luas penampang 1 & 3, A2 adalah luas penampang antara.

5.2 Data-Data Awal

§ Peta-peta dasar (peta topografi, peta geologi, peta struktur elevasi roof/floor batubara),

§ Peta isopach ketebalan dan atau peta poligon daerah pengaruh lubang bor.

§ Peta Lokasi Pit Potensial & batasan-batasannya.

§ Hasil analisis kestabilan lereng.

Seluruh data-data awal tersebut akan menjadi dasar dalam pembuatan (konstruksi) series penampang perhitungan cadangan.

5.3 Data-Data Olahan & Konvensi

§ Penaksiran tebal (jika diperlukan), untuk penaksiran ini dapat digunakan metoda poligon, metoda inverse distance, atau metoda geostatistik.

§ Penaksiran kualitas (jika diperlukan), untuk penaksiran ini juga dapat digunakan metoda poligon, metoda inverse distance, atau metoda geostatistik.

§ Geological Losses, Mining Losses, Processing Losses, seperti yang telah diuraikan sebelumnya dapat melalui konvensi maupun dengan perhitungan.

5.4 Tahap Pengerjaan Perhitungan Cadangan

§ Pembuatan lintasan penampang perhitungan, sebaiknya deretan penampang dibuat memotong (relatif tegak lurus) arah umum bidang perlapisan.

§ Konstruksi penampang, telah memasukkan elemen-elemen topografi, bidang lapisan batubara, geometri lereng, serta faktor-faktor pembatas lainnya.

§ Pemilihan rumus perhitungan, dengan memperhatikan variasi masing-masing penampang.

§ Perhitungan luasan masing-masing penampang, dapat dengan menggunakan planimeter maupun dengan menggunakan program komputer.

§ Perhitungan tonase batubara & volume overburden, dalam tabulasinya sebaiknya dibuat dalam worksheet.

Gambar 6. Beberapa contoh penampang perhitungan cadangan

6. OPTIMASI CADANGAN TERTAMBANG

6.1 Optimasi berdasarkan Stripping Ratio

§ Optimasi berdasarkan series penampang, yaitu dengan mengoptimasi stripping ratio masing-masing penampang, maupun kumulatif stripping ratio keseluruhan areal.

§ Optimasi berdasarkan elevasi batubara (blok), yaitu dengan menghitung stripping ratio dengan lebar blok tertentu searah jurus perlapisan batubara dan lebar tertentu ke arah dipping dengan menggunakan interval elevasi kontur struktur batubara.

6.2 Optimasi berdasarkan Kualitas

§ Faktor pembobotan tonase, yaitu dengan memasukkan pembobotan tonase pada range kualitas tertentu sehingga dapat dioptimalkan tonase cadangan sesuai dengan syarat minimal yang ditargetkan.

§ Optimasi berdasarkan series penampang, yaitu mengelompokkan series perhitungan penampang dengan minimum kualitas, disini biasanya digunakan peta iso-kualitas sebagai faktor pembatasnya.

§ Optimasi berdasarkan elevasi batubara (blok), yaitu dengan melakukan penaksiran harga kualitas pada masing-masing blok yang telah disusun, sehingga nantinya juga akan dilakukan optimasi berdasarkan pembobotan tonase.

PUSTAKA

1. Geological Survey Circular 891., Coal Resource Classification System of the USGS, USGS 1983

2. Totok Darijanto, Model Sumberdaya Batubara, tidak dipublikasikan, 1999

3. Stone, John G., Dunn, Peter G., Ore Reserve Estimates in The World, Society of Economics Geologist Special Publication Number 3, 1994

4. Syafrizal, Optimasi Cadangan Batubara Berdasarkan Kualitas, tidak dipublikasikan, 2000

Selasa, 20 Januari 2015

Mengenal Batubara

Pengertian Batubara

Menurut Badan Standar Nasional Indonesia (1998), endapan batubara adalah endapan yang mengandung hasil akumulasi material organik yang berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang telah melalui proses litifikasi untuk membetuk lapisan batubara. Material tersebut telah mengalami kompaksi, ubahan kimia, dan proses metamorfosis oleh peningkatan panas dan tekanan selama periode geologis.  Bahan-bahan  organik  yang terkandung dalam lapisan batubara mempunyai berat lebih dari 50% atau volume bahan organik tersebut, termasuk kandungan lengas bawaan (inherent moisture) yaitu lebih dari 70%.

Proses pembentukan batubarasangat kompleks dan membutuhkan waktu hingga berjuta-juta tahun lamanya. Proses pembentukan batubara dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pembusukan, bagian-bagian tumbuhan yang lunak akan diuraikan oleh bakteri anaerob.

2.  Pengendapan, tumbuhan  yang telah mengalami proses pembusukan selanjutnya akan mengalami pengendapan, biasanya di lingkungan yang berair. Akumulasi dari endapan ini dengan endapan-endapan sebelumnya akhirnya akan membentuk lapisan gambut.

3.    Dekomposisi, lapisan gambut akan mengalami perubahan melalui proses biokimia dan mengakibatkan keluarnya air dan sebagian hilangnya sebagian unsur karbon dalam bentuk karbondioksida, karbonmonoksida, dan metana. Unsur karbon secara relatif akan bertambah dengan adanya pelepasan unsur atau senyawa tersebut.

4.    Geotektonik, lapisan gambut akan mengalami kompaksi akibat adanya gaya tektonik dan kemudian akan mengalami perlipatan dan patahan. Batubara peringkat rendah (low rank) dapat berubah menjadi batubara peringkat tinggi (high rank) apabila gaya tektonik yang terjadi adalah gaya tektonik aktif, karena gaya tektonik aktif dapat menyebabkan terjadinya intrusi atau keluarnya magma. Selain itu, lingkungan pembentukan batubara yang berair juga dapat berubah menjadi area darat dengan adanya gaya tektonik tertentu.

5.  Erosi, merupakan proses pengikisan pada permukaan batubara yang telah mengalami proses geotektonik. Permukaan yang telah terkelupas akibat erosi inilah yang hingga saat ini dieksploitasi manusia.

Klasifikasi Batubara

Klasifikasi Batubara Secara Umum

Secara umum batubara digolongkan menjadi lima tingkatan, yaitu:

1.  Peat

Peat ditandai dengan kondisi fisik berwarna kecoklatan dan strukturberpori, memiliki kadar air sangat tinggi,  nilai kalori sangat rendah, kandungan sulfur sangat tinggi, dan kandungan abu sangat tinggi. Nilai kalori peat adalah 1.700-3.000 kcal/kg.

 2.    Lignite

Lignite ditandai dengan kodisi fisik berwara hitam dan sangat rapuh, nilai kalori rendah, kandungan air tinggi, kandungan abu tinggi, dan kandungan sulfur tinggi. Nilai kalori lignite adalah 1.500-4.500 kcal/kg.

3.    Bituminous/ sub-bituminous coal

Bituminous/ sub-bituminousditandai dengan warna hitam mengkilat, struktur kurang kompak, kandungan karbon tinggi, nilai kalori tinggi, kandungan air sedikit, kandungai abu sedikit, dan kandungan sulfur sedikit. Nilai kalori bituminous/ sub-bituminousadalah 7.000-8.000 kcal/kg.

4.    Anthracite

Anthracite  ditandai dengan warna hitam sangat mengkilat, struktur kompak, kandungan karbon sangat tinggi, nilai kalor sangat tinggi, kandungan air sangat sedikit, kandungan abu sangat sedikit, dan kandungan sulfur sangat sedikit. Nilai kalori anthacite lebih besar atau sama dengan 8.300 kcal/kg.

 Klasifikasi Batubara Menurut ASTM

ASTM atau American Society for Testing and Material merupakan suatu organisasi internasional yang mengembangkan standarisasi teknik untuk material, produk, sistem, dan jasa. ASTM membagi batubara berdasarkan tingkat pembatubaraanya. Urutan batubara dari tingkat tertinggi sampai terendah adalah anthracite, bituminous,sub-bituminous, dan lignite. Semakin tinggi kualitas batubara, maka kadar karbon tetap (fixed carbon) akan meningkat sedangkan  zat terbang (volatatile matter)dan moisture (kelembaban) akan turun. Batubara kualitas rendah seperti lignitedan sub-bituminous akan memiliki karbon tetap yang rendah dan zat terbang dan kelembaban yang tinggi. Semakin tinggi jenis batubara maka energi yang dihasilkan lebih besar dan bentuknya semakin keras dan berwarna semakin hitam.
















Parameter dasar yang digunakan dalam klasifikasi ASTM, yaitu:

1.    Batubara berperingkat  tinggi (fixed carbon > 69%)  menggunakan   parameter jumlah karbon tetap(fixed carbon)   dan zat terbang(volatile matter).

2.    Batubara berperingkat rendah (fixed carbon < 69%) menggunakan parameter berdasarkan nilai kalorinya.

Klasifikasi Batubara Berdasarkan Nilai Kalor

Klasifikasi batubara berdasarkan nilai kalor dibagi menjadi tiga, yaitu:

1.    Batubara tingkat tinggi (high rank)

Batubara tingkat tinggi meliputimeta anthracite, anthracite, dan semi anthracite.

2.    Batubara tingkat menengah(moderate rank)

Batubara tingkat menengah meliputi low volatile bituminous coal,dan high volatile coal.

3.    Batubara tingkat rendah (low rank)

           Batubara tingkat rendah meliputi sub-bituminous coal, danlignite.


REFERENSI: 

Badan Standarisasi Nasional, 1998, Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan Batubara, SNI 5014:1998.

Muchidin, 2006, Pengendalian Mutu Dalam Industri Batubara, ITB, Bandung.

Sukandarrumidi, 2005, Batubara dan Pemanfaatannya, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 

Senin, 19 Januari 2015

Mine Design

TAHAPAN DESAIN DAN PERENCANAAN TAMBANG 

1. Validasi Data (Geologi, Topografi, Jumlah Data) 
2. Model geologi à (Geological Resources, Bentuk Cadangan, Kualitas dsb.) 
3. Cut of Grade/Optimum Pit Limit 
4. Penentuan metoda Penambangan 
5. Pembuatan Layout tambang & Design 
6. Perhitungan Blok Cadangan 
7. Pembuatan Schedule Produksi 
8. Pemilihan Alat dan type alat yang “Suitable” 
9. Penentuan Urutan (sequence) Tambang 
10. Penentuan System Drainase 
11. Analisa Lingkungan dan Rencana Rehabilitasi 

DATA DAN MODEL GEOLOGI 

1. Data Geologi 
a. Topography Lapangan 
b. Data Bor 
c. Struktur Geology 

2. Model Geologi

a. Penampang Geologi (Section) 
b. Peta Struktur, Ketebalan Dan Kualitas (2 Dimensi) 
c. Model Kualitas (3 Dimensi) 

3. Data Geoteknik

a. Densitas Batuan (Wet And Dry) 
b. Sudut Geser Dalam 
c. Kohesi 
d. Struktur Lapisan Geologi (Mis : Joint) 

4. Stabilitas Lereng 

Optimalisasi : 

a. Tinggi Bench 
b. Kemiringan Lereng : Overall Slope dan Individual Slope 
c. Safety Factor 
d. Geotechnical data 

5. Model Hydrologi & Geohydrologi

a. Curah Hujan (Air permukaan) 
b. Permeabilitas Batuan 
d. Catchment Area 
e. Ground water (air tanah)

PENENTUAN BATAS PENAMBANGAN 

a. Optimum stripping ratio 
b. Batas tambang 
c. Batas waste dump 
d. Batas lain : sungai , jalan, dll 

PEMILIHAN ALAT & METODE PENAMBANGAN 

1. Parameter pemilihan alat : 

a. Kondisi tanah dan bantuan 
b. Target produksi 
c. Karakteristik material 
d. Tebalan dan kemiringan coal / ore 
e. Jarak angkut 
f. Topography 
g. Cuaca 

2. Parameter metode penambangan : 

a. Dimensi lokasi kerja 
b. Urutan penambangan ( Mine sequencing ) 
c. Rencana produksi ( Production scheduling ) 
d. Lebar jalan / Ramp 
e. Grade jalan 
f. Lokasi awal penambangan 
g. Management disposal ( In and Out Pit dumping system ) 

LAYOUT & DESIGN TAMBANG 

a. Desain pit 
b. Desain ramp 
c. Desain disposal 
d. Desain jalan 
e. Drainase 
f. Dll 

PERENCANAAN TAMBANG 

1. Produksi : 
a. Target produksi 
b. Produktivitas 
c. Jumlah alat 

2. Jam Kerja : 
a. Kalender kerja 
b. Shift kerja 
c. Total jam kerja setahun 

DRAINASE TAMBANG 

a. Drainase bench dan sump 
b. Pemilihan pompa 
c. Pengolahan aliran air 
d. Pembuangan lumpur

DAMPAK LINGKUNGAN DAN REHABILITASI 

a. Top soil stockpiling 
b. Rencana rehabilitasi 
c. Penanganan air limbah

Tujuan yang ingin dicapai dalam perencanaan tambang yaitu :

1. Menambang badan bijih sehingga biaya produksi persatuan berat logam adalah minimal

2. Mengupayakan operasi penambangan berjalan enak (lebar jalan dan jalan masuk)

3. Mengupayakan selalu tersedia singkapan bijih untuk mencegah kesalahan data eksplorasi

4. Selalu siap terhadap perubahan strip tanpa pengerahan peralatan, tenaga, schedule produksi

5. Operasi berjalan logis sejak schedule awal (pelatihan tenaga, peralatan, logistic, dll). Hal ini untuk memperkecil resiko penundaan posisi cash flow positif.

6. Memaksimalkan rancangan lereng pit sehingga memperkecil kemungkinan terjadi kelongsoran

7. Upayakan pencapaian keuntungan ekonomi pada kondisi produksi yang wajar dan upayakan COG alternatif

Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi

IUP eksplorasi adalah izin yang diberikan untuk kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan dalam rangka pertambangan. Menurut Pasal 29 Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (“PP 23/2010”), IUP eksplorasi diberikan berdasarkan permohonan dari badan usaha, koperasi, dan perseorangan yang telah mendapatkan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Jangka waktu masing-masing IUP eksplorasi berbeda sesuai dengan jenis tambang yang ada pada wilayah tersebut. Pasal 42 UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (“UU Minerba”) mengatur bahwa IUP eksplorasi untuk pertambangan mineral logam dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama 8 tahun, sedangkan untuk non-logam paling lama 3 tahun, dengan pengecualian terhadap non-logam jenis tertentu yang dapat diberikan IUP selama 7 tahun. Untuk pertambangan batuan, dapat diberikan IUP selama 3 tahun, dan 7 tahun untuk pertambangan batubara. Dalam hal kegiatan eksplorasi dan kegiatan studi kelayakan, pemegang IUP eksplorasi yang mendapatkan mineral atau batubara yang tergali wajib melaporkan kepada pemberi IUP.

 

Permohonan IUP Setelah Perolehan WIUP

Dalam Pasal 30 PP 23/2010, diatur bahwa dalam jangka waktu paling lambat 5 hari kerja setelah penetapan pengumuman lelang, pemenang lelang WIUP mineral logam atau batubara harus memohonkan IUP eksplorasi kepada Menteri, gubernur, atau bupati. Apabila hal tersebut tidak dilakukan, pemenang lelang WIUP akan dianggap gugur dan uang jaminan kesungguhan yang sebelumnya sudah disetor akan menjadi milik Pemerintah. WIUP lalu akan ditawarkan kepada peserta lelang urutan berikutnya secara berjenjang dengan syarat nilai harga kompensasi data informasi sama dengan harga yang ditawarkan oleh pemenang pertama. Gubernur akan menyampaikan penerbitan peta WIUP mineral bukan logam dan/atau batuan yang dimohonkan, kepada bupati/walikota untuk mendapatkan rekomendasi dalam rangka penerbitan IUP eksplorasi. Pemohon yang telah mendapatkan peta WIUP beserta batas dan koordinat harus menyampaikan permohonan IUP eksplorasi kepada yang berwenang, paling lambat 5 hari kerja setelah penerbitan peta tersebut. Jika hal tersebut tidak dilakukan, pemohon dianggap gugur dan uang pencadangan akan menjadi milik Negara dan WIUP menjadi wilayah terbuka.

Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi

IUP Operasi Produksi adalah Izin yang diberikan untuk kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan dalam rangka pertambangan. IUP tipe ini diberikan kepada badan usaha, koperasi atau perseorangan sebagai peningkatan dari kegiatan eksplorasi. Pasal 46 UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (“UU Minerba”) mengatur bahwa setiap pemegang IUP Eksplorasi dijamin untuk memperoleh IUP Operasi Produksi sebagai kelanjutan kegiatan usaha pertambangannya. Jaminan dari pemerintah ini hanya akan berlaku dalam hal pemegang IUP Eksplorasi memenuhi seluruh kewajibannya sebagaimana yang diatur dalam IUP Eksplorasi. IUP Operasi Produksi dapat diberikan kepada badan usaha, koperasi, atau perseorangan atas hasil pelelangan WIUP mineral logam atau batubara yang telah mempunyai data hasil kajian studi kelayakan.

Jangka Waktu IUP Operasi Produksi

Dapat diberikan untuk jangka waktu 20 tahun, dan dapat diperpanjang 2 kali masing-masing selama 10 tahun, untuk pertambangan mineral logam. Sedangkan untuk pertambangan mineral bukan logam, dapat diberikan untuk jangka waktu IUP selama 10 tahun, dan dapat diperpanjang 2 kali masing-masing selama 5 tahun. Untuk pertambangan batuan, diberikan jangka waktu paling lama 5 tahun dan paling lama 20 tahun untuk pertambangan batubara.

Pemberian IUP Operasi Produksi

Pasal 36 Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (“PP 23/2010”) menyatakan bahwa dalam hal pemegang IUP Operasi Produksi tidak melakukan kegiatan pengangkutan dan penjualan dan/atau pengolahan dan pemurnian, kegiatan tersebut dapat dilakukan oleh pihak lain yang memiliki:

1. IUP Operasi Produksi khusus untuk pengangkutan dan penjualan;
2. IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian; dan atau
3. IUP Operasi Produksi.

IUP Operasi Produksi khusus sebagaimana dimaksud dalam huruf (a) diberikan oleh:

1. Menteri apabila kegiatan pengangkutan dan penjualan dilakukan lintas provinsi dan negara;

2. Gubernur apabila kegiatan pengangkutan dan penjualan dilakukan lintas kabupaten/kota; atau

3. Bupati/walikota apabila kegiatan pengangkutan dan penjualan dalam 1 (satu) kabupaten/kota.

IUP Operasi Produksi khusus sebagaimana dimaksud dalam (b) diberikan oleh:

1.  Menteri, apabila komoditas tambang yang akan diolah berasal dari provinsi lain dan/atau lokasi kegiatan pengolahan dan pemurnian berada pada lintas provinsi;

2. Gubernur, apabila komoditas tambang yang akan diolah berasal dari beberapa kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi dan/atau lokasi kegiatan pengolahan dan pemurnian berada pada lintas kabupaten/kota; atau

3.  Bupati/walikota, apabila komoditas tambang yang akan diolah berasal dari 1 (satu) kabupaten/kota dan/atau lokasi kegiatan pengolahan dan pemurnian berada pada 1 (satu) kabupaten/kota.

Good Mining Practice

Peradaban manusia sekarang ini tak lepas dari peran input hasil sumber daya alam terutama pertambangan, dan pertambangan erat dengan peningkatan kesejahteraan manusia. Tambang dan sumberdaya mineral tidak dapat dilepaskan dari lingkungan pembentukannya di bumi. Daerah dengan tatanan geologis tertentu akan menghasilkan cadangan mineral yang ekonomis. Dan bagi daerah yang kaya, kehadiran cadangan ini dapat menjadi tulang punggung pendapatan asli daerah.

Pertambangan memang berpotensi menjadi agen perubahan (development agent) karena umumnya tambang berlokasi di daerah remote yang akhirnya dapat membuka akses dan meningkatkan infrastruktur. Lebih jauh pertambangan haruslah dijalankan secara berkelanjutan karena sifatnya yang temporary dan mengambil sumber daya yang tak pulih (un renewable resources). Oleh karenanya pemulihan lahan yang terganggu harus dioptimalkan sehingga menjadi lahan yang produktif. Selain itu, manfaat dari aktivitas pertambangan perlu di konversi ke dalam bentuk lain (transformasi manfaat) agar pembangunan tetap dapat berlanjut dan tetap memberikan kesejahteraan di daerah sekitarnya.


PT. Freeport Indonesia, salah satu tambang di daerah remote

Lantas apa maksud dari keberlanjutan pemanfaatan sumber daya alam pertambangan? Pemanfaatan yang berkelanjutan adalah memanfaatkan seefisien mungkin sumber daya mineral melalui peningkatan dan konversi nilal tambah dengan mengedepankan nilai lingkungan dan keadilan sosial dan tetap memberikan kesempatan pada generasi mendatang untuk menikmati sumber daya mineral tersebut.

Kemudian konsep pemanfaatan mineral berkelanjutan ini akan berlandaskan pada isu demokrasi, keadilan dan pemerataan yang sifatnya lintas generasi. Suatu konsep yang melibatkan seluruh stake holders. Ini juga konsep yang menekankan pentingnya pengelolaan keteknikan, sosial kemasyarakatan, pendekatan lingkungan yang terpadu dan kesemua hal ini dapat dilebur untuk diterapkan dalam praktek pengelolaan tambang yang benar (Good Mining Practice).

  

Pembuatan jenjang dan reklamasi lahan eks tambang, implementasi good mining practice

Good Mining Practice dapat dijelaskan secara gamblang sebagai aktivitas pertambangan yang memenuhi kriteria, kaidah maupun norma-norma menambang yang tepat sehingga pemanfaatan mineral memberikan hasil optimal dan mengurangi dampak negatif yang terjadi. Beberapa ciri Good Mining Practice antara lain:

1. Penerapan prinsip konservasi dan nilai lindung lingkungan

2. Kepedulian terhadap K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) terutama bagi pekerjanya

3. Meciptakan nilai tambah bagi pengembangan wilayah dan masyarakat sekitar

4. Kepatuhan terhadap hukum dan perundangan yang berlaku

5. Menggunakan standarisasi keteknikan dan teknologi pertambangan yang tepat dalam aktivitasnya

6. Pengembangan potensi dan kesejahteraan masyarakat setempat terutama dari optimalisasn dan konversi pemanfaatan mineral

7. Menjamin keberlanjutan kegiatan pembangunan setelah periode pasca tambang (mine closure)

8. Memberikan benefit yang memadai bagi investor

  
  

Keselamatan dan Kesehatan Kerja, menjadi penting dalam aktivitas tambang

Kemudian siapa yang harus melaksanakan Good Mining Practice ini..? Seharusnya seluruh perusahaan tambang wajib melakukan Good Mining Practicesebagai inisiatif global. Karena ini akan menjadi parameter kepatuhan  dan integritas perusahaan sebagai operator pertambangan. Implementasi Good Mining Practice ini juga merupakan repectivitas tehadap lingkungan, masyarakat serta Negara.

Penghargaan Lingkungan dan Pasca Tambang

Tak ada yang menolak anggapan bahwa aktivitas dasar pertambangan itu sifatnya destruktif, merubah lanskap lahan, memotong vegetasi di permukaan, pembuangan tailing, melakukan countouring hingga penggalian jenjang. Tekanan aktivitas pertambangan yang begitu besar terhadap lingkungan untuk beberapa hal dan kondisi memang patut dikoreksi terlebih mengingat masih adanya persepsi kuno tentang tambang terkait dengan sifat eksploitatifnya (baca kolonialisme) yang diturunkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Masyarakat juga awam terhadap aktivitas pertambangan secara keseluruhan.

  

Penambangan timah zaman Belanda

Persepsi yang keliru inilah yang menimbulkan penolakan atau ketidaksukaan publik. Diakui atau tidak, kesalahanpersepsian ini turut mempengaruhi kebijakan di sektor lain. Padahal sebagai aktivitas utama manusia, pertambangan justru mampu menjadi pengerak ekonomi masyarakat di daerah terpencil mengingat karakteristik usaha pertambangan yang memang berada di lokasi remote dan sifatnya membuka akses infrastruktur. Pertambangan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat berperan sebagai agen penggerak utama (prime mover) pembangunan local.

Terkait dengan hal ini, segala aktivitas pertambangan yang dapat menyebabkan keresahan, termasuk kerusakan lingkungan yang mungkin terjadi bahkan potensi masyarakat tergantung pada aktivitas tambang setelah tambang berakhir harus dicegahdan ditanggulangi. Penghargaan terhadap lingkungan dan masyarakat atas aktivitas tambang sudah bergulir dan harus menjadi trend terbaru dalam mewujudkan sustainable development.

Permasalahan lingkungan di pertambangan sebenarnya sdah diantisipasi dengan sangat baik melalui kewajiban perusahaan untuk melakukan AMDAL sebelum aktivitas eksploitasi berjalan. AMDAL adalah dokumen perencanaan lingkungan yang terdiri dari dokumen Studi Amdal, Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL), Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL), Dokumen ANDAL yang kesemuanya itu harus mendapat legitimasi dari pemerintah pusat, daerah, perusahaan dan instansi terkait langsung. Sebenarnya tujuan utama dari penyusunan dokumen AMDAL ini adalah untuk membuat keputusan operasional bagaimana aktivitas tambang saat disusun, saat beroperasi dan saat pasca tambangnya. Dan AMDAL bukanlah kitab suci yang sacral dan tak dapat diubah. AMDAL seharusnya bersifat open source sehingga publik berhak tahu bagaimana dan apa yang akan terjadi di aktivitas tambangnya.

Selain itu, perusahaan diwajibkan membuat Rencana Tahunan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (RTPKL) yang harus mendapat persetujuan dari pemerintah. Dan terkait dengan reklamasi, perusahan menyerahkan dana jaminan reklamasi sebagai kepastian akan perbaikan atas perubahan lanskap yang terjadi sehingga dampak negatif dapat dieliminasi bahkan peningkatan kualitas lingkungan. Komitmen ini merupakan bentuk integrasi tambang dengan lingkungan.

Proses reklamasi juga dapat dikawal oleh public. Banyak perusahaan sekarang ini yang justru memunculkan reklamasi mereka untuk dikonsumsi umum. Selain bentuk kepatuhan terhadap aturan lingkungan ini dapat juga berperan untuk pencitraan. Lingkungan sudah menjadi isu global sekarang ini, sehingga perusahan yang peduli terhadap lingkungan adalah perusahaan yang memiliki visi kedepan dan etika bisnis yang baik.

  
  

Reklamasi, penghargaan lingkungan oleh tambang

Gencar-gencarnya isu sustainable development belakangan ini juga turut memacu menaiknya kebijakan pasca tambang, yaitu kebijakan untuk memastikan setiap kegiatan pertambangan memiliki konsep penutupan tambang sejak awal dimulainya aktivitas tambang. Konsep ini memastikan penataan lahan eks tambang tetap aman dan memiliki fungsi lingkungan. Konsep pasca tambang ini adalah hasil kesepakatan tiga stakeholders, pemerintah masyarakat dan operator tambang dan harus memenuhi criteria konservasi mineral, prinsip K3 dan prinsip lingkungan.

Ada satu hal yang juga sangat perlu dicermati dalam rencana penutupan tambang, yaitu sosial kemasyarakatan. Perlu dipastikan dalam dokumen rencana pasca tambang tentang status dan kesejahteraan masyarakat. Masyarakat harus dipastikan tidak tergantung pada aktivitas perusahaan setelah penutupan tambang.

 

 

 Nilai Tambah

Kekayaan alam khususnya sumber daya mineral sesungguhnya adalah anugerah Tuhan yang menjadi keuntungan bagi bangsa ini. Keuntungan dalam konteks pemanfaatan aset strategis secara optimal . Bagaimana bangsa ini dapat mentransformasi kekayaan alam yang belum termanfaatkan menjadi kekayaan alam yang dapat memberikan kesejateraan dalam konversi peningkatan infrastruktur, pendidikan, kontribusi ekonomi dan pemerataan keadilan.

Ada pula pandangan yang menyatakan bahwa kekayaan alam justru menjadi kutukan (curse) karena ketidakmampuan pengelolaan sehinga menimbulkan kerusakan dan bencana. John Tilton (2002) menyatakan bahwa muncul persepsi global dalam 4 dasawarsa terakhir yang menyatakan industry pertambangan adalah industry ekstraktif yang merusak lingkungan serta minim kontribusi terhadap kesejahteraan amsyarakat alias hanya memikirkan profit (bukan benefit). Pandangan ini juga muncul di Indonesia terlebih masih adanya persepsi tambang dekat dengan system kolonialisme.

Ada banyak nilai tambah yang sebenarnya dihasilkan dari hadirnya industry tambang. Nilai tambah ini bergulis layaknya bola salju, dapat makin besar ke arah hulunya. Multiplier effect atau efek berganda adalah istilah yang cocok untuk mengisyaratkan hal ini. Multiplier effect ini mutlak untuk diusahakan terlebih bila mengacu pada masyarakat di sekitar tambang.

Nilai tambah yang dihasilkan seperti:

a. Pengembangan inovasi dan pengembangan teknologi (baca transfer teknologi). Tambang identik dengan teknoloig modern dan saintik, yang kebanyakan untuk memenuhi kebutuhan ini, awalnya mendatangkan tenaga ahli dari luar negeri. Dengan bergulirnya waktu, harus terjadi konversi ilmu dan transfer teknologi antara tenaga ahli asing kepada tenaga ahli Indonesia. Telah banyak transfer teknologi yang berhasil dilakukan di Indonesia, sehinga jumlah tenaga ahli asing dapat dikurangi. Perencanaan tambang bawah tanah, perencanaan open pit, penggunaan alat berat non konvensional atau bahkan konsultan tambang. Bahkan secara ekstrem, apabila tidak terjadi transfer teknologi di suau perusahaan, maka kita mampu untuk “mencuri” dan “mengadopsi” teknologi tersebut.

b. Peningkatan penggunaan produk domestic. Dapat betapa besarnya pengeluaran tambang untuk menggunakan produk luar negeri. Untuk produk yang dapat dibuat dan disupply domestic, maka saat ini pemerintah telah menyusun kebijakan penggunaan produk domestic (local content) dalam indsutri tambang. Kebijakan ini juga untuk mensinkronisasikan arah industry hilir dengan industry hulu untuk peningkatan local content dan nilai tambah.

c. Upaya untuk mengptimalkan pengolahan mineral dan batubara di dalam negeri. Selama ini Indonesia mengekspor beberapa jenis mineral dalam bentuk bahan mentah atau setengah jadi. Tentunya produk ini kurang memiliki nilai tambah, untuk meningkatkan peran maka mineral dan batubara tersebut harus diolah di dalam negeri karena akan menciptakan perputaran ekonomi dari industry pengolahannya.

Smelter, memberikan nilai tambah pengolahan mineral

Contoh, jika bijih bauksit hanya diekspor, maka nilai jualnya rendah. Namun jika diolah di dalam negeri menjadi alumina bahkan alumunium dan produk ikutannya, akan ada efek ekonomi dari pembangunan pabrik pengolahan, penyerapan tenaga kerja atau nilai jual produk lanjutan yang lebih tinggi. Begitu pula untuk mineral lainnya. Dengan good mining practice, Indonesia harus mampu menghapuskan penjualan bahan tambang mentah, jangan sampai kita menjual “tanah air” saja. Kita harapkan sesuai yang diamanatkan UU Mineral No. 4 than 2009, di akhir tahun 2014, Indonesia mampu menghapuskan penjualan produk mentah pertambangan.

d. Pengembangan pertumbuhan ekonomi, khususnya ekonomi local. Hadirnya perusahaan tambang yang bersinggungan dengan masyarakat local tentunya akan memanfaatkan tenaga local, artinya perusahaan telah membangun system kerjasama untuk mengoptimalkan peran putra daerah. Selain itu, banyak aktivitas ekonomi local yang bsia dibangkitkan, misalnya supply makanan dan penyewaan akomodasi untuk tenaga kerjanya. Penyediaan sarana transportasi penunjang dan tvale agent. Supply daging dari peternak local maupun buah-buahan.


Masih banyak nilai tambah yang dapat dihasilkan dari hadirnya aktivitas pertambangan di suatu daerah. Optimalkanlah peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk mampu mensinergiskan peran dan merangkul industry pertambangan untuk melaksanakan peningkatan nilai tambah seperti yang diamanatkan dalam UU Minerba No. 4/99 ini.

Konservasi

Keseluruhan sumberdaya mineral maupun batubara adalah renewable resources atau sumber daya alam yang tak terbarukan dan habis sekali pakai. Artinya tidak akan ada sumber daya yang terbentuk kembali setelah sumberdaya ini digunakan. Kalaupun terbentuk akan memakan wakt jutaan tahun lagi. Karena sifatnya yang tak terabarukan, maka penambangan, pengolahan dan pengusahaannya mau tak mau harus optimal dengan memberi benefit bagi perusahaan, Negara, masyarakat maupun lingkungannya.

Jadi mau tak mau dalam pengelolaan sumber daya mineral harus mengutamakan prinsip konservasi. segala bentuk pemborosan sumberdaya mineral harus dihindari. Dengan mengedepankan prinsip konservasi artinya menghindari terbuangnya mineral secara percuma (rudenden) dan memberikan jaminan usia pemanfaatan sumberdaya yang lebih lama.

Tentunya dapat dibayangkan, Indonesia adalah Negara yang menjadi peringkat 15 dalam cadangan batubara (6,7 milyar ton cadangan dan 61,3 milyar ton sumberdaya), No 7 dalam cadangan emas dunia (6.981 ton),cadangan tembaga terbesar ke 7 (41.473 juta ton)no 5 dan 8 masing-masing untuk cadangan logam timah (482.402 ton) dan nickel (627,8 juta ton) (sumber: DESDM, 2009) adalah Negara yang sangat kaya akan sumberdaya mineral. Sedikit sekali Negara yang dianugerahi kekayan seperti Indonesia. Memang terkesan lama dalam pemanfaatannya, namun tanpa konservasi, nilai diatas hanya akan menjadi angka apabila pemanfaatannya tidak mengacu pada azas konservasi.


  
  

Cadangan Mineral dan Batubara Indonesia

Penerapan prinsip konservasi mineral dapat dilakukan dengan banyak metode, mulai dari penggunaan teknologi untuk menambang cadangan yang marjinal, optimalisasi mineral ikutan (accessories mineral), proses mixing dan blending mineral berkadar rendah dengan kadar tinggi, penerapan cut off grade dan stripping ratio yang lebih efisien dan banyak metode lainnya.

Dulu hanya cadangan yang berkadar tinggi saja yang diusahakan sehingga cadangan yang berkadar marjinal didiamkan saja (dormant). Dengan peningkatan teknologi, kadar yang marjinal pun dapat diusahakan secara lebih ekonomis. Contohnya, saat ini telah banyak teknlogi pengolahan untuk emas berkadar rendah sehingga dapat diusahakan (heap leach method, cyanide leaching method), hydrometalurgi untuk mengoptimasi nickel kadar rendah juga telah berhasil dilaksanakan.

Pemanfaatan kembali tailing juga merupakan bentuk konservasi cadangan. Umumnya tailing masih memiliki kandungan mineral berharga meskipun dalam konsentrasi rendah. tailing yang dihasilkan 20 tahun lalu memiliki konsentrasi logam sebesar x gram/ton. Namun tailing saat ini seharusnya memiliki konsentrasi di bawah X gram/ton sehingga tailing masa lalu dapat dioptimasi dengan teknologi tertentu untuk mendapatkan logamnya secara ekonomis.

Nilai dan harga jual produk pertambangan saat ini menunjukkan trend yang fluktuatif karena dipengaruhi oleh permintaan dan pasokan (supply and demand) pasar dunia. Kondisi ini menyebabkan tingkat kelayakan pengusahaan menjadi bervariasi sesuai harga jual dan mempengaruhi nilai dari cut off grade (COG) dan stripping ratio (SR) proses penambangan. Peningkatan nilai tersebut dapat membuat nilai SR dan COG menjadi lebih kecil dan optimasi sumberdaya dapat lebih diterapkan.

Dalam rangka konservasi mineral dan batubara, maka seluruh cadangan yang telah diketahui kuantitas dan kualitasnya harus terdata dengan sangat baik sehingga apabila terjadi perubahan harga di pasar dunia, antisipasi dapat dilakukan terencana dan tetap menghasilkan output yang efisien.

Tantangan dalam mine planning

Dalam membuat mine planning, para planner dan scheduler sering mengalami tantangan seperti data sample yang berbeda dengan kondisi yang sesungguhnya serta harus memperhatikan banyak variabel seperti sampel geologis dan data tambang, kapasitas produksi dan ketersediaan peralatan, ketersediaan mesin dan tenaga kerja, permintaan pasar dan harga komoditas, asumsi biaya produksi dan kesehatan / keselamatan kerja buruh. Berikut adalah penjabaran mengenai lima tantangan dalam pembuatan mine planning dan solusi yang dapat dilakukan.


Dalam beberapa tahun belakangan ini, perusahaan pertambangan di dunia berada dalam tekanan untuk terus meningkatkan output mereka dari tambang yang telah ada, dan untuk menyelesaikan setiap proyek dengan lebih cepat.

Aspek fundamental yang menentukan baik atau buruknya operasional dan produktifitas adalah perencanaan awal, yaitu pada tahap pemodelan geologi (geological modeling)  dan perencanaan tambang (mine planning).

Untuk memaksimalkan profitabilitas tambang, Bill Wilkinson, seorang mantan insinyur senior diPennsylvanian Coal Companymenjabarkan bahwa planner danscheduler harus menciptakan perencanaan tambang seakurat mungkin; sesuai dengan kondisi lapangan. Ini adalah tugas yang tidak mudah, dan kekeliruan yang terjadi dapat menyebabkan cost yang besar dan tidak teridentifikasi, serta secara signifikan menyebabkan hilangnya kesempatan memperoleh lebih banyak revenue.

Ahli geologi dan insinyur pertambangan harus memperhitungan susunan dari beberapa variabel: sampel geologis dan data tambang, kapasitas produksi dan ketersediaan peralatan, ketersediaan mesin dan tenaga kerja, permintaan pasar dan harga komoditas, asumsi biaya produksi dan kesehatan / keselamatan kerja buruh.

Umumnya, data sampel yang diambil tidak sama persis dengan realita yang terjadi di lapangan. Terlebih lagi, proses pengembangan perencanaan tambang tidak selalu menggunakan sistem yang sama. Hal ini dapat menyebabkan inefisiensi dan lebih banyak kemungkinan terjadi kesalahan. Inefisiensi tersebut dapat disebabkan oleh teknologi yang dipakai, khususnya di daerah yang kompleks secara geologis, juga di area dimana sejumlah besar data sedang dibuat.

Sebuah pendekatan best-practice bagi perencanaan dan penjadwalan  tambang harus diterapkan dengan segera dan akurat, sehingga produksi dapat memenuhi permintaan pasar dengan tepat, atau optimasi from mine to market.

Tantangan 1: Menangkap dan mengenali kompleksitas deposit mineral

Model geologis yang dibuat pada studi kelayakan awal sering tidak cukup rinci untuk memberikan gambaran akurat mengenai tambang, sedangkan akurasi tersebut diperlukan untuk menciptakan rencana produksi yang mendetail. Model geologi pada tambang batubara dan bijih besi seringkali dibuat terlalu simpel, khususnya di bagian pemodelan fault (patahan geografis yang terbentuk akibat pergeseran lempeng bumi). Hal ini akan mempersulit prediksi dan produksi di area pertambangan.

Untuk menyasar variasi yang timbul antara perencanaan dan proses produksi yang sebenarnya, perusahaan tambang harus menyeimbangkan pembuatan mine model yang sesuai dengan kondisi lapangan seakurat mungkin. Modeling juga harus sesuai dengan database geografis. Patahan geografis yang ada harus tertangani dengan baik saat proses modeling.

Tantangan 2: Meng-update perencanaan tambang dengan data baru dari lapangan

Membuat perencanaan dan penjadwalan tambang biasanya sangat menyita waktu dan tenaga, yang mempersulit pembuatan perencanaan (plan) yang update dan plan baru bersamaan dengan diterimanya data baru. Dengan kata lain, data selalu datang lebih cepat daripada pembuatan plan baru. Hal ini diperparah oleh kecenderungan pergantian staf dan kurangnya tenaga ahli dalam geologi dan perencanaan tambang untuk mengeksekusi kegiatan perencanaan.

Perusahaan harus bisa menemukan cara yang lebih cepat dalam membuat model geologi, perencanaan dan penjadwalan tambang dengan cara meng-otomatisasi proses yang ada. Perencanaan harus bisa ter-updatedengan berkesinambungan sesuai dengan berubahnya kondisi di lapangan, seperti keadaan pekerja, plant, dan ketersediaan peralatan. Dengan demikian, update perencanaan tambang yang tadinya butuh waktu beberapa hari dapat dilakukan dalam hitungan jam.

Tantangan 3: Membuat perkiraan produksi dan budget yang akurat

Mengelola variasi alami dari bentuk dan ukuran barang tambang, seperti misalnya bijih besi, sangatlah sulit. Inefisiensi proses dan defisiensi teknologi berakibat pada terhambatnya aliran data tambang (mine data) baru yang akan melengkapi model geologis dan perencanaan tambang dalam operasional.

Mining plan harus menggabungkan informasi-informasi terbaru dari lapangan untuk meningkatkan akurasi dalam membuat model geologis. Model geologi inilah yang menjadi pondasi dan memberikan asumsi bagi perencanaan tambangning. Model geologi yang akurat akan menghasilkan perencanaan tambangning dan scheduling yang juga akurat. Perencanaan tambang dan scheduling yang akurat akan mengurangi variasi produksi terencana dibandingkan dengan produksi aktual, yang artinya akan meningkatkan prediktibilitas produksi. Dengan secara rutin mengupdate plan berbasis kepada data lapangan, banyak pekerjaan tambahan yang dapat dihindari.

Tantangan 4: Memanfaatkan perubahan pasar yang cepat untuk meningkatkan kondisi operasional

Karena lamanya waktu yang dibutuhkan untuk membuat pemodelan geologi dan melakukan perencanaan tambang, frekuensi penyusunan planning mungkin tidak akan bisa selaras dengan frekuensi terjadinya perubahan. Perencanaan tambang dan schedule akan sulit beradaptasi dengan perubahan kondisi sumberdaya perusahaan, seperti SDM, plant, dan peralatan yang tersedia. Insinyur dan ahli geologi lebih fokus kepada mekanisme pengembangan perencanaan tambang dibandingkan dengan peningkatan kinerja operasional. Hasilnya, proses yang dijalankan cenderung lebih manual.

Perusahaan harus bisa meningkatkan otomatisasi proses perencanaan tambang, mungkin dengan menerapkan tool ‘self documenting’, serta mengotomatisasi prosedur pembuatan laporan. Dengan demikian, insiyur, ahli geologi dan staf teknis bisa lebih leluasa untuk mencari langkah efisiensi operasional, seperti optimasi program drilling exploration, meningkatkan produksi tambang dengan menemukan cara inovatif dalam melakukan penambangan di lingkungan geografis yang sulit, dan menerapkan skill yang dimiliki untuk memastikan eksekusi final plan yang efisien dalam kegiatan operasional di lapangan.

Tantangan 5: Memperlancar aliran informasi antara pemodelan geologi, perencanaan tambang, dan penjadwalan tambang

Jika perencanaan dan penjadwalan tambang tidak berjalan dalam satu sistem yang terintegrasi, pemodelan geologi, perencanaan dan penjadwalan tambang tersebut harus dipindah dan dimasukkan ulang, meningkatkan kemungkinan terjadi kesalahan dan memperlambat waktu prosesturnaround.

Karena itulah perusahaan harus bisa mengusahakan sebuah platform yang meng-cover pekerjaan dari mengambilraw-data geologi, membuat model geologi, dan rancangan tambang untuk meng-update jadwal jangka pendek, menengah, dan jangka panjang. Cara ini akan menghemat waktu updateperencanaan tambang jangka panjang sebanyak 40-60%.

Mine planning

MINE PLANNING

Perencanaan tambang (mine planning) apa maksudnya?

Untuk dapat mengerti apa yang dimaksud dengan perencanaan tambang, marilah kita tinjau dulu beberapa pengertian dibawah ini.

Perencanaan (planning) adalah penentuan persyaratan teknik untuk mencapai tujuan dan sasaran kegiatan yang sangat penting serta urutan teknis pelaksanaannya. Oleh sebab itu perencanaan merupakan gagasan pada saat awal kegiatan untuk menetapkan apa dan mengapa harus dikerjakan, oleh siapa, kapan, di mana dan bagaimana melaksanakannya.Perencanaan tambang (mine planning) dapat mencakup kegiatan-kegiatan prospeksi, eksplorasi, studi kelayakan (feasibility study) yang dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), persiapan penambangan dan konstruksi prasarana (infrastructure) serta sarana (facilities) penambangan, kesehatan dan keselamatan kerja (K3), pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.

Rancangan (design) adalah penentuan persyaratan, spesifikasi dan kriteria teknik yang rinci dan pasti untuk mencapai tujuan dan sasaran kegiatan serta urutan teknis pelaksanaannya. Di industri pertambangan juga dikenal rancangan tambang (mine design) yang mencakup pula kegiatan-kegiatan seperti yang ada pada perencanaan tambang, tetapi semua data dan informasinya sudah rinci.

Pada umumnya ada dua tingkat rancangan, yaitu:

1. Rancanqan konsep (conceptual design),

yaitu suatu rancangan awal atau titik tolak rancangan yang dibuat atas dasar analisis dan perhitungan secara garis besar dan baru dipandang dan beberapa segi yang terpenting, kemudian akan dikembangkan agar sesuai dengan keadaan (condition) nyata di lapangan.

2. Rancanqan rekayasa atau rekacipta(engineering design),

adalah suatu rancangan lanjutan dan rancangan konsep yang disusun dengan rinci dan lengkap berdasarkan data dan informasi hasil penelitian laboratoria serta literature, dilengkapi dengan hasil-hasil pemeriksaan keadaan lapangan.

Rancangan konsep pada umumnya digunakan untuk perhitungan teknis dan penentuan urutan kegiatan sampai tahap studi kelayakan (feasibility study), sedangkan rancangan rekayasa (rekacipta)dipakai sebagai dasar acuan atau pegangan dan pelaksanaan kegiatan sebenarnya di lapangan yang meliputi rancangan batas akhir tambang, tahapan penambangan (mining stages, mining phases pushback), penjadwalan produksi dan material buangan (waste). Rancangan rekayasa tersebut biasanya juga diperjelas menjadi rancangan bulanan, mingguan dan harian.

Dengan demikian secara ringkas dapat dikatakan bahwa perencanaan tambang (mine planning) merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk membuat langkah – langkah atau tahapan – tahapan yang akan di kerjakan dalam kegiatan penambangan. Dimulai dari tahapan pra penambangan hingga tahap pasca tambang.

Adapun tahapan yang umum dilakukan dalamperencanaan tambang adalah:

Secara umum tahapan dalam kegiatan perencanaan tambang adalah sebagai berikut:

1)     Tahap persiapan penambangan

2)    Tahap operasi penambangan

3)    Tahap pasca operasi penambangan

Tahap persiapan penambangan

Termasuk kedalam kegiatan persiapan penambangan ini adalah:

1. Penaksiran cadangan bahan tambang

2. Pemilihan metode dan penetapan batas – batas penambangan (final/ultimate pit limit, jika dgn metode tamka)

3. Pentahapan tambang (mine sequence)

4. Penjadwalan produksi

5. Perancangan tempat penimbunan material limbah (waste dump), pembuatan stockpile dan penyaliran tambang

6. Perancangan dan pemeliharaan jalan angkut

7. Perhitungan kebutuhan alat dan tenaga kerja

8. Perhitungan biaya modal dan biaya operasi

9. Evaluasi finansial

10. Analisa dampak lingkungan

Tahap operasi penambangan

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan meliputi:

1. Kegiatan pembersihan lahan / front penambangan (land clearing)

2. Kegiatan  pengupasan tanah pucuk (top soil removal) dan overburden removal

3. Kegiatan penambangan bahan galian

4. Kegiatan pemuatan dan pengangkutan bahan galian

5. Kegiatan pengolahan lebih lanjut terhadap bahan galian.

6. Kegiatan penyaliran tambang.

Tahap pasca operasi penambangan

Jika kegiatan penambangan hampir selesai atau telah selesai dilakukan pada suatu areal penambangan, maka kegiatan yang harus dilakukan adalah kegiatan penutupan tambang. Dalam hal ini kegiatan penutupan tambang meliputi:

Reklamasi tambang; adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan, agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya.

Rehabilitasi lokasi penambangan dilakukan sebagai bagian dari program pengakhiran tambang yang mengacu pada penataan lingkungan hidup yang berkelanjutan.

Salah satu kegiatan pengakhiran tambang adalah reklamasi sebagai upaya penataan kembali daerah bekas tambang agar bisa menjadi daerah bermanfaat dan berdayaguna. Reklamasi tidak berarti akan mengembalikan seratus persen sama dengan kondisi rona awal. Sebuah lahan atau gunung yang dikupas untuk diambil isinya hingga kedalaman ratusan meter walaupun sistem gali timbun (back filling) diterapkan tetap akan meninggalkan lubang besar.

Pada prinsipnya kawasan atau sumberdaya alam yang dipengaruhi oleh kegiatan pertambangan harus dikembalikan ke kondisi yang aman dan produktif melalui rehabilitasi. Kondisi akhir rehabilitasi dapat diarahkan untuk mencapai kondisi seperti sebelum ditambang atau kondisi lain yang telah disepakati. Kegiatan rehabilitasi dilakukan merupakan kegiatan yang terus menerus dan berlanjut sepanjang umur pertambangan sampai pasca tambang.

Tujuan jangka pendek rehabilitasi adalah membentuk bentang alam (landscape) yang stabil terhadap erosi. Selain itu rehabilitasi juga bertujuan untuk mengembalikan lokasi tambang ke kondisi yang memungkinkan untuk digunakan sebagai lahan produktif. Bentuk lahan produktif yang akan dicapai menyesuaikan dengan tata guna lahan pasca tambang. Penentuan tata guna lahan pasca tambang sangat tergantung pada berbagai faktor antara lain potensi ekologis lokasi tambang dan keinginan masyarakat serta pemerintah. Bekas lokasi tambang yang telah direhabilitasi harus dipertahankan agar tetap terintegrasi dengan ekosistem bentang alam sekitarnya.

Teknik rehabilitasi meliputi regarding, reconturing, dan penanaman kembali permukaan tanah yang tergradasi, penampungan dan pengelolaan racun dan air asam tambang (AAT) dengan menggunakan penghalang fisik maupun tumbuhan untuk mencegah erosi atau terbentuknya AAT.